News
Pembangunan Demokrasi di Aceh Dinilai Stagnan
Rabu, 05 Maret 2014
BANDA ACEH – Pasca damai ternyata pembangunan demokrasi di Aceh tidak menjadi lebih baik. Ini bisa dilihat kekerasan meningkat, terutama dalam pelaksanaan Pemilu.
Hal ini disampaikan oleh para aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam jumpa pers, Rabu (5/3) di Banda Aceh. Mereka dari LSM yang hadir, Mustiqal Syah Putra (LBH Banda Aceh), Zulfikar (Koalisi NGO Ham), Agusta Mukhtar (AJMI), Askhalani (GeRAK Aceh), Roy Vahlevi (Forum LSM), Destika Gilang Lestari (KontraS Aceh), Raihal Fajri (Katahati Institute) dan Alfian (MaTA).
Menurut mereka proses pesta demokrasi di Aceh yang berlangsung tahun ini tak ubahnya seperti sebelumnya yaitu 2009 dan 2012. Pasalnya, pelaksanaan Pemilu 2014 diwarnai dengan kekerasan bahkan hingga penghilangan nyawa.
“Seharusnya setelah delapan tahun perdamaian dengan terlaksananya tiha kali pemilu bisa membuat tatanan demokrasi semakin baik,” kata Mustiqal Syah Putra.
Namun sayangnya kata dia yang terjadi justru sebaliknya. Data yang mereka rilis kekerasan Pemilu 2014 semakin meningkat. Menurut data LHB Banda Aceh dari pemantauan yang dilakukan sejak April 2014 hingga 1 Maret 2014 setidaknya mereka mencatat ada 38 kasus kekerasan terkait dengan agenda Pemilu. Dari 38 kasus tersebut, sebanyak 21 dikategori kekerasan Pemilu dan 17 kasus dikategori sebagai pelanggaran Pidana Pemilu.
Kasus-kasus tersebut berupa penyaniayaan, pembakaran mobil, pembunuhan, penculikan, perusakan posko dan penembakan. Sedangkan daerah yang paling banyak terjadi kekersan menurut pantauan mereka di Aceh Utara dan Lhokseumawe, serta tersebar di hampir Kabupaten Kota.
Mereka membanding kan dengan jumlah kekerasan pada Pemilu 2009 yaitu sebanyak 20 kasus, kemudian pada 2012 naik menjadi 22 kasus dan 2014 sudah tercatat 38 kasus. Mengingat pencoblosan ada sekitar satu bulan lagi dikhawatirkan kekerasan akan semakin bertambah.
Hal ini terjadi menurut mereka karena Pemerintah Aceh tidak punya political will yang baik dalam proses Pemilu.
Selain itu mereka menilai pihak keamanan tidak sungguh-sungguh mengungkapkan kasus kekerasan pemilu hingga tuntas.
Tak hanya itu, penyelengara teruma terutama KIP dan Bawaslu juga tidak tegas terhadap pemberian sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan kontestan Pemilu.
Karena itu, mereka meminta kepada Pemerintah Aceh, Kepolisian, Penyelenggara Pemilu dan Partai Politik untuk mengedepankan nilai-nilai demokrasi dalam menyukseskan Pemilu 2014.